Selamat Datang di penadiksi.com | *Mohon maaf jika terjadi plagiat/copy karya kalian oleh penulis di web ini, segera laporkan ke penadiksishop@gmail.com karena kami bergerak dalam pengembangan penulis, baik untuk pemula atau profesional dan keterbatasan kami dalam penelusuran terkait karya, kami ucapkan Mohon Maaf🙏*

[Cerpen] PAMALI : Jangan Tidur Waktu Asar (Edisi 4) - Pena Malam

 

Sumber Foto : Freepik.com
 
 



   Suara langkah basah itu terdengar begitu jelas, begitu dekat, hingga terasa mendekap.  Mataku bergulir kesana-kemari, meneliti setiap penjuru ruangan serba putih yang tengah ku tempati.

   Clakk…

   Clakk…

   Aku terkesiap saat mendengar suara tetesan air, suara langkah itu-pun semakin terdengar, dan kini aku berhasil menangkap sosoknya.

   Seketika teriakanku menggema.

 

[Cerpen] PAMALI : Jangan Bersiul Malam Hari (Edisi 1) - Pena Malam 

 

   Ku lihat dia semakin mendekat, dengan seringai hingga telinga, tubuh ringkih yang basah kuyup, dan suara kikikan serak yang mengerikan.

   Aku takut.

   Ku mohon, dia hampir sampai.

   Dia menggapaiku, meremas wajahku dengan tangan dinginnya. Aku berontak, berteriak, berusaha melepaskan cengkeramannya.

   Tolonglah, aku lelah. Aku ingin mati saja.

   Semua bermula dari tiga bulan yang lalu.

   Aku menghempaskan tubuhku ke atas ranjang queen size, tempat ternyaman yang pernah ku temukan dalam hidupku. Aku mengatakannya karena aku merasa sangat lelah kawan. Sudah hampir dua minggu aku diberi tumpukan tugas hingga tak menemukan waktu istirahat, entah segila apa bosku, intinya dia sangat menyebalkan.

   Hari ini aku pulang menjelang sore dan aku tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini, segera saja ku pejamkan mata dan menyelami alam mimpi.


[Cerpen] PAMALI : Jangan Keluar Waktu Maghrib (Edisi 2) - Pena Malam


   Baru beberapa detik rasanya mataku terpejam, suara melengking dari ibu sudah kembali membangunkanku.

   "Ina, udah berapa kali ibu bilang jangan tidur waktu ashar, pamali."

   Aku berdecak sebal dan menghiraukan perkataan omong kosong itu. omong kosong yang hampir setiap hari aku dengar.

   Namun, seperti biasa ibu tak pernah menyerah sebelum aku bangkit dari tidurku.

   "Ina, bangun, nak."

   "Ish, ibu! Kebiasaan banget sih ganggu waktu istirahat Ina, Ina cape bu seharian kerja. Ibu gak ngerti ya!?" aku bersuara lantang.

   Ibu menghela nafas lelah. Ya sepertinya dia lelah menasihatiku.

   Dan aku tak pernah menyangka bahwa itu adalah nasihat terakhir yang ibu lontarkan. Seminggu setelah kejadian itu ibu meninggal karena serangan jantung.

   Rasa sedih bergelayut dihati, tapi aku tak ingin berlarut-larut dalam kesedihan. Aku harus melanjutkan hidup, dan kembali memulai hari seperti biasa.

   Iya, seperti biasa. Kebiasaan tidur sore hari masih aku lakukan, hingga satu hari di waktu petang suara bising dari arah dapur begitu mengusikku.

   Aku terbangun dari tidur lelapku dan berjalan menuju dapur. Niatku ingin mengecek apa sumber kebisingan yang aku dengar, tapi aku tak menemukan apapun selain lantai yang basah dan penuh lumpur.

   Aku keheranan, tapi tak ingin ambil pusing.

[Cerpen] PAMALI : Jangan Menyisir Malam Hari (Edisi 3) - Pena Malam

   Hari berikutnya aku pulang larut, dan aku kembali heran ketika mendapati lantai yang basah dan kotor, persis seperti kemarin.

   Semakin hari rumahku semakin aneh, suara bising dan lantai yang terus basah semakin membuatku heran dan takut.

   Hingga disuatu malam aku dibuat menggigil dengan apa yang aku lihat. Sosok wanita kecil bertubuh kurus dengan gaun putih dan rambut tergerai tak teratur tengah mengintip dibalik celah pintu kamar. Nafasnya terdengar berat dan perlahan dia memperlihatkan seringai menyeramkannya.

   Sontak aku menjerit.

   Aku harap ini mimpi.

   Namun, aku sadar bahwa itu bukanlah mimpi.

   Sosok itu terus hadir, mengawasiku setiap malam, memperhatikanku begitu aku membuka pintu, dan menghilang begitu aku menangis ketakutan.

   Aku merasa gila.
  
   Dua bulan rasanya seperti di neraka dan aku benar-benar hilang akal. Aku kembali menemukannya dengan seringai itu, cekikikannya yang menggema di telingaku membuat aku seketika berteriak memintanya untuk berhenti, dan dia-pun menghilang.

  Aku berlari dengan panik menuju dapur, mengambil pisau dan bersikap siaga dengan mengacungkan pisau itu di depan dada.

   "Siapa kamu?!!!"

   Clak…

   Clak…

   Nafasku memburuh begitu suara tetesan air dari gaunnya terdengar semakin dekat.

   "Siapa kamu?!!!" teriakku semakin keras.
   

   Sosok itu menjawab dengan cekikikan, membuatku semakin takut bukan kepalang. Genggamanku pada pisau semakin erat, mataku berkeliling berusaha menemukan sosok itu, aku tersiksa hanya dengan mendengar suaranya saja.

   Entah apa yang terjadi, pisau yang ku acungkan diudara berbalik mengacung padaku dan dengan cepat menusuk perutku, dan semua ku lakukan dengan tanganku sendiri.

   Berminggu-minggu aku diisolasi diruang serba putih, termangu di pojok ruangan dengan suara cekikikan dan tetesan air yang terus terngiang.

   "AAAA!! DIA AKAN MEMBUNUHKU, TOLONG!!"

   Aku berontak dari cengkraman sosok itu di wajahku.

   Beberapa perawat masuk dan menenangkan, memegang kedua tanganku dan mengikatnya di sisi ranjang. Satu orang dari mereka menyuntikkan cairan ke tubuhku, dan aku melemas.

   Aku dengar satu kalimat yang ingin sekali ku bantah keras. "Dia depresi setelah ditinggal ibunya, dia jadi banyak berhalusinasi dan berusaha bunuh diri."

   Tidak!

   Sosok itu yang terus menghantuiku, bahkan kini dia berbaring disampingku.

   Tolong aku!

 

 

CERITA LAINNYA :

[Cerpen] Cahaya Untuk Mentari PART I - Pena Malam 
[Cerpen] Cahaya Untuk Mentari PART II - Pena Malam
[Cerpen] Malam Itu - Pena Malam

 

Diberdayakan oleh Blogger.