Sumber Foto : Freepik.com
Diantara teman-teman pasti sudah tidak asing lagi dengan kata pamali bukan? Pamali seolah menjadi salah satu budaya nenek moyang yang dilestarikan melalui bibir ke bibir.
Pamali
adalah pantangan yang tidak boleh dilakukan. Pamali dalam bahasa Sunda
artinya sesuatu hal yang tabu, biasanya bertujuan supaya hidup kita
hati-hati, waspada, saling menghormati dan melakukan sesuatu sesuai
dengan waktu dan tempatnya, (Kumparan.com dan IDN Times)
Pamali
biasanya digunakan nenek moyang untuk membatasi atau menasihati anak
yang bertingkah tidak baik agar anak tersebut merasa takut atau segan.
Ungkapan
'pamali' ini bukan hanya dikenal di suku sunda saja, Suku Jawa juga
menerapkan ungkapan pamali untuk membatasi tingkah anak-anak mereka.
Namun, akibat pamali dari berbagai suku bermacam-macam meski larangannya
serupa.
Terlepas dari mitos-mitos yang ada,
sebagian besar pamali sebenarnya bisa dijelaskan dengan logika dan
bermaksud baik, sehingga kita bisa belajar darinya bahwa hukum
sebab-akibat itu ada, dan bukan hanya sekadar mitos belaka.
PAMALI JANGAN BERSIUL MALAM HARI
Joko adalah seorang pecinta hewan terutama burung. Hari ini bocah
kelahiran Jawa itu tampak gembira sambil menenteng sebuah karung,
terdengar kicau indah di dalamnya.
"Wiss, Ko. Burung baru lagi rupanya?" tanya pak RT.
Joko mengangkat karung dengan penuh kebanggaan sambil berkata, "Iya Pak, burung langka ini."
"Ck
ck ck, hebat tenan kamu. Dapat dari mana, Ko? Bukannya burung yang
kemarin wis kamu jual?" Pak RT kembali bertanya dengan logat jawanya
yang medok.
"Anu pak … dari alas sugih."
Mendengar
itu Pak RT nampak kaget. Sudah bukan rahasia masyarakat kampung, bahwa
hutan itu banyak dihuni makhluk halus. "Hati-hati kamu, ko." peringat
pak RT.
Joko hanya mengangguk dan segera berlalu menuju rumah sederhana di ujung perkampungan, rumahnya.
Burung
berwarna hijau dengan suara merdu itu segera Joko masukkan ke dalam
kandang, burung itu langsung mengepakkan sayapnya berusaha keluar namun
hal itu membuat Joko sumringah karena mendapat burung yang lincah.
Beruntung sekali dirinya, pikir Joko.
Suara
kicau burung itu terdengar begitu intens meski merdu tapi tetap saja
terasa cukup mengganggu.
"Joko, itu burungmu lebih baik dilepas saja,
terlalu berisik." ujar ibunya.
"Aku dah cape-cape tangkap, Bu. Masa suruh dilepas lagi."
Sang ibu hanya menghela nafas berat dan meninggalkan putranya yang masih sibuk memberi burung itu makan.
Malam
tiba dan Joko nampak masih asik dengan burungnya. Sesekali dirinya
bersiul sambil bermain dengan burungnya, dan dibalas kicauan serupa.
"Apik tenan burungku ini," gumamnya tersenyum lebar.
Bibimya kembali bersiul sambil menggerakkan tangan agar burung itu menjawab. Beberapa saat kemudian ibunya yang baru selesai solat Maghrib menghampirinya, "Hussh, jangan bersiul malam-malam. Pamali," tegurnya keras.
Joko melirik ibunya sekilas dan memutar bola matanya malas, selalu saja itu, pamali. Dirinya tak mengindahkan teguran sang ibu dan kembali bersiul.
"Eh, kebiasaan. Dinasehati orang tua ora krungu terus,"
"Memang kenapa sih, Bu? Joko cuma main sama burung Joko ini, dari dulu pamali-pamali terus. Takhayul itu, Bu." kesalnya.
"Sakarepmu, awas aja. Ibu lepas itu burung kamu nanti,"
Malam
semakin larut dan Joko tampak belum bosan dengan burung barunya, selama
itu pula dirinya bersiul diiringi kicauan burung Ibu Joko sudah
menegurnya beberapa kali, tapi tetap saja anaknya itu bebat.
"Joko, tidur sana. Sudah malam," ujarnya.
"Bentar, Bu. Masih seru ini." Mendengar jawaban sang putra, spontan sang ibu yang sedari awal kesal semakin marah.
Ibu
Joko langsung merampas kandang burung itu dan melemparkannya ke luar
hingga kandang itu rusak dan burung hijaunya terbang. Joko sangat marah,
namun tak dapat berbuat apa-apa. Bocah itu merajuk dan segera masuk ke
kamarnya hingga dirinya tertidur.
Tengah malam,
tidur Joko merasa terganggu dengan suara siulan yang terasa begitu dekat
di telinganya. Tangan Joko meraih selimut hingga menutupi seluruh
tubuhnya.
Beberapa detik kemudian siulan itu
kembali terdengar dan hawa dingin ditelapak kakinya mulai terasa.
Perasaan Joko mulai tak menentu, matanya enggan terbuka karena terlalu
takut.
Siulan itu kembali terdengar, semakin
jauh setiap menitnya, Namun, kali ini joko merasakan ada perubahan di
kasur bagian belakangnya, seolah ada yang berbaring di sana.
Siulan
itu kembali memelan, Joko hampir bernafas lega. Namun, tubuhnya kembali
menegang ketika merasakan sebuah sapuan dingin dari telapak kaki, masuk
ke dalam selimut, melalui betis dan terasa tepat di belakangnya.
Jantung Joko semakin berpacu tak menentu, matanya enggan terbuka dan tubuhnya seketika membeku.
Siulan
itu tak lagi terdengar, namun sebagai gantinya sebuah bisikan bersama
nafas dingin menyapa gendang telinganya. "Kamu memanggilku Joko...?"
Joko bernafas putus-putus, merasa
semakin takut dan memberanikan diri membuka mata untuk memastikan ini
hanyalah mimpi. Namun, yang dirinya lihat pertama kali adalah sebuah
wajah pucat dengan mata hitam dan seringal menyeramkan ada di depannya
dengan posisi terbalik. Ternyata sasok itu tengah melingkupinya sedari
tadi.
___________
Hai!
Selamat datang di 'pamali' edisi pertama. Disini aku adaptasi ceita
dari suku Jawa ya, tapi karena aku bukan orang Jawa mohon maaf kalo ada
kata-kata yang gak sesuai dengan kosakata yang seharusnya.
Sekedar
info, banyak orang bilang semakin dekat suaranya, semakin jauh
hantunya. Sebaliknya, semakin jauh suaranya, semakin dekat hantunya. Aku
coba aplikasikan ungkapan-ungkapan masyarakat di edisi ini.
Sekali
lagi ini hanya fiksi, sebaiknya tidak usah terlalu percaya ya.
Cerita-cerita ini 100% asli hasil pemikiranku ya, jadi mohon dihargai
dengan tidak menjiplak atau meniru. Mohon dukungan teman-teman.