Selamat Datang di penadiksi.com | *Mohon maaf jika terjadi plagiat/copy karya kalian oleh penulis di web ini, segera laporkan ke penadiksishop@gmail.com karena kami bergerak dalam pengembangan penulis, baik untuk pemula atau profesional dan keterbatasan kami dalam penelusuran terkait karya, kami ucapkan Mohon Maaf🙏*

[Cerpen] PAMALI : Jangan Menyisir Malam Hari (Edisi 3) - Pena Malam

Sumber Foto : Freepik.com




   Semerbak bau rumput dan pohon pinus tercium di indra pembau seorang gadis yang baru saja turun dari mobilnya. Sitta, nama gadis itu. Kini dia tengah berlibur bersama kedua orang tuanya ke desa tempat tinggal sang nenek.

   Desa itu berada di perbatasan Sukabumi, cukup terpencil dan jauh dari keramaian kota suasananya masih asri dengan pepohonan yang menjulang tinggi. Tenang sekaligus menyeramkan, pikir Sitta.

   Keluarganya menghabiskan hari dengan perbincangan ringan, sesekali dirinya menyinggung tentang mitos yang beredar. Sitta adalah gadis modern yang tak percaya akan pantangan, semua itu hanya bualan menurutnya.

   "Pamali itu ada, Neng. Orang jaman dulu gak sembarangan bikin pantangan, pasti ada aja benernya," ucap nenek lembut.

   Sitta hanya mengangguk menanggapi wejangan sang nenek, bukan hanya satu tapi banyak. Hingga malam tiba dan tinggal-lah Sitta di sana karena kedua orang tuanya masih harus mengurus beberapa pekerjaan di kota.

   Sitta mematut dirinya di depan cermin meja rias tua di kamarnya. Sore ini Sitta sengaja mencuci rambutnya, jadilah rambutnya harus disisir sebelum tidur agar tidak kusut esok hari.

 

   Namun, ditengah kegiatan menyisirnya nenek datang.

   "Neng, teu sae nyisiran ti wengi*." tegurnya masih dengan suara lembut.

   "Kenapa sih emangnya? Kalo gak disisir nanti kusut," jawab Sitta.

   "Pamali, geulis**"

   Sitta membuang nafas kasar. Itu lagi itu lagi, selalu saja pamali.

 

Baca Juga : [Cerpen] PAMALI : Jangan Bersiul Malam Hari (Edisi 1) - Pena Malam


   Tanpa menghiraukan ucapan sang nenek, Sitta kembali melanjutkan menyisirnya, Nenek yang melihat itu hanya geleng-geleng kepala dan beranjak.

   Selesai dengan kegiatan menyisirnya, Sitta langsung merebahkan diri di kasur dan bersiap tidur dengan tubuh berbalut selimut.

   Sitta terbangun di teras rumah neneknya dan tiba-tiba mendengar suara gedebum kencang dari sebuah benda asing yang jatuh. Rumah nenek Sitta masih tradisional, berbentuk panggung dengan dua lantai dan seluruh bagian terbuat dari kayu.

   Sitta melangkah cepat hingga dia dapat mendengar suara langkahnya sendiri.

   Mata Sitta memperhatikan sekeliling halaman rumah, tapi tak tampak ada benda terjatuh. Mungkinkah itu hanya halusinasi saja, pikirnya.

   Sitta kembali melangkah ke dalam rumah menuju kamarnya dengan pelan, namun terdengar suara asing dari belakang. Suara itu selaras dengan gerakan Sitta yang tengah menaiki tangga, itu terdengar seperti suara ketukan sepatu. Namun, Sitta yakin itu bukan miliknya karena kini Sitta tidak mengenakan alas kaki apapun.

   Sitta berhenti sejenak untuk memastikan suara itu, namun yang didengarnya hanya keheningan. Gadis itu kembali melangkah dan suara itu kembali terdengar. Sekarang suaranya semakin cepat dan tak beraturan, bukan seperti suara langkah.

   Nafas Sitta mulai memburuh, perasaan was-was menguasai. Gadis itu ingin menoleh namun belum cukup berani. Akhirnya dia memilih untuk sedikit berlari agar segera sampai kamar, namun langkah itu semakin terdengar tak wajar.

   Tangga itu terasa lebih panjang dari yang Sitta ingat sebelumnya. Akhirnya, dengan keberanian penuh Sitta berani menolehkan kepalanya ke belakang.

 

[Cerpen] PAMALI : Jangan Keluar Waktu Maghrib (Edisi 2) - Pena Malam


   Namun, nafasnya harus terhenti saat melihat sosok menyerupai neneknya dengan tubuh yang sangat kurus tengah berjalan--bukan, tapi merangkak dengan tangan dan kakinya yang berkuku panjang.

   Kepala sosok itu terlihat hampir patah dan punggungnya seperti terputar. Sitta baru sadar dari keterkejutannya saat sosok itu merangkak ke arahnya dengan sangat cepat, tangannya yang berkuku panjang meraup wajah Sitta dan seketika gadis itu tersentak dan terbangun dari tidurnya.

   "Neng, ngapain tidur disini?"

   Sitta melihat neneknya yang tengah berdiri sambil memandangnya khawatir. Ternyata Sitta tertidur di kursi kayu ruang tamu. Entah bagaimana dirinya jadi ada di sini karena seingatnya Sitta tengah tidur di kamar. Hari juga masih gelap dan Sitta memutuskan untuk kembali ke kamar.

   Namun, suara serupa dalam mimpinya terdengar. Kini Sitta langsung menoleh kebelakang dan kembali mendapati sosok menyeramkan menyerupai neneknya tengah merangkak cepat ke arah Sitta. Sitta langsung berlari namun kakinya tersandung dan malah membuatnya terjatuh dan mengejat, terbangun dari tidur.

  Apa ini? Pikir Sitta,

   Mimpi dalam mimpi?

   Mimpi itu terasa sangat menyeramkan.

   Kini Sitta terbangun di atas kasur dan tiba-tiba mendengar suara ketukan dari arah pintu. Belum sempat mengatakan apapun, pintu itu sudah terbuka dan menampakkan siluet hitam yang merangkak dengan tangan berkuku sangat panjang.

   Kali ini Sitta hanya dapat membeku, karena ini bukan lagi mimpi, Sitta baru ingat neneknya berkata sebelum dirinya terlelap bahwa dia akan pergi melayat ke rumah sepupunya di desa sebelah dan Sitta... sendirian di rumah.

Baca Juga : [Cerpen] Malam Itu - Pena Malam
_____

 *Neng, gak baik menyisir malam-malam
 **Cantik

 

[Cerpen] Cahaya Untuk Mentari PART I - Pena Malam 

[Cerpen] Cahaya Untuk Mentari PART II - Pena Malam

[Cerpen] Cahaya Untuk Mentari PART III (END) - Pena Malam

 

 

Diberdayakan oleh Blogger.
close