Selamat Datang di penadiksi.com | *Mohon maaf jika terjadi plagiat/copy karya kalian oleh penulis di web ini, segera laporkan ke penadiksishop@gmail.com karena kami bergerak dalam pengembangan penulis, baik untuk pemula atau profesional dan keterbatasan kami dalam penelusuran terkait karya, kami ucapkan Mohon Maaf🙏*

[Flash Fiction] Mimpi Juara - Uli Nasifa

Sumber gambar : https://pixabay.com/illustrations/winner-winners-stairs-olympic-games-1013979/

MIMPI JUARA


"Juara pertama diraih oleh, Aisyah Maharani Tanjung." Suara lantang pembawa acara membacakan hasil lomba menghafal Al-Qur'an tingkat kota.

Sorak-sorai pengunjung memenuhi ruangan hotel. Mamak langsung sujud syukur, Aisyah pun mengikuti disampingnya.

Mamak kembali berdiri. Dipeluknya tubuh kecil Aisyah untuk kembali berdiri. Air mata bahagia menetes dari sudut mata. Tangis haru dan bahagia begitu terlihat jelas dari wajah Mamak.

"Mamak bangga dengan ko, Nak." Mamak mencium pipi Aisyah. 

Anak berwajah bulat dan berpipi tembem itu hanya membalas dengan anggukkan kepala.

Beberapa penonton mengelu-elukan nama Aisyah sebagai sang juara. Anak kebanggaan dari desa terpencil bisa masuk juara pertama lomba menghafal tingkat antar kota. Bahagia campur haru. Momen yang menjadi ajang kampanye Al-Qur'an itu diadakan di kotanya.

Baca Juga : [Cermin] Jendela - Triecahyadi Djoko

Lomba menghafal ini memang menjadi momen yang sangat ditunggu dikalangan siswa-siswi Taman Pendidikan Al-Qur'an. Sebab, hadirnya yang hanya setahun sekali.

Aisyah masih belum percaya bahwa dirinya lah sang juara pertama. Mengingat susahnya bagaimana di awal belajar tahsin. Mengeja setiap huruf Al-Qur'an. Kemudian mulai masuk ke hafalan surat pendek. Dia mengikuti tahap demi tahap lomba. Antrian pendaftaran yang harus berdesak-desakan dan karantina berbulan-bulan memberinya banyak pelajaran. Semua ini ia niatkan untuk terus melangitkan Al-Qur'an.

Tiba saat juri memberikan simbol hadiah kepada satu persatu pemenang lomba dan menyalami nya. 

Detik kemudian. Jantung Aisyah semakin berdegup kencang. Tubuhnya merasa semakin dingin. Semakin lama semakin menggigil. Entah karena ruangan yang menggunakan pendingin atau dirinya merasa terlalu gugup. 

"Brukkk." Tubuh mungil nya terkulai lemas dan terjatuh.

Panitia langsung mengangkat tubuh ramping gadis itu ke bagian penanganan medis. Beberapa tenaga kesehatan bersiap memberikan pelayanan terbaik bagi Aisyah. 

Mamak begitu panik. Tak hentinya merapalkan doa. Melihat sang putri terkulai lemas diatas bed, dikerumuni oleh para tenaga kesehatan.

Baca Juga : [Cerpen] Jalan Memaafkan - Agus Mustain

***

Aisyah menyentuh bagian bawah seragam sekolahnya. "Lah kok baju ku basah." Mendapati dirinya tertidur diatas sofa. Pelan-pelan ia membuka mata.

"Basah dan bau. Ahh hanya mimpi ternyata," pekiknya kesal.

Setelah menyadari kesalahannya, ia langsung berlari menuju kamar mandi dan membersihkan diri.

Layaknya anak kecil yang masih berumur enam tahun pada umumnya. Selain rutinitas pasti yaitu sekolah dan mengaji. Gadis berbulu mata lentik tersebut, tetap bisa bermain dengan teman sebaya dan menonton film kesukaan, meskipun begitu, Mamak tetap mengajarkan Aisyah untuk bisa mengatur waktu bermain, belajar dan murojaah.

Hanya mimpi. Selama ini ia ingin sekali menjuarai lomba hafidz anak tingkat antar kota yang biasa diadakan setiap bulan ramadhan itu. Tetapi karena kemampuan nya belum bisa memenuhi persyaratan, menjadikan dia harus belajar lebih tekun lagi.

Selesai membersihkan diri, Aisyah kembali menuju kamarnya. Memakai gamis dan kerudung, bersiap untuk berangkat mengaji. Melenggak-lenggokkan tubuh di depan cermin besar melebihi ukuran badannya.

Baca Juga : [Cerpen] Tragedi Cinta Di Bumi Prambanan - Yohana Restu Wilistya

"Sudahkan anda rapi?" Tulisan yang tertempel di bagian atas cermin.

"Sudah cukup." Aisyah bergumam dalam hatinya seraya membenarkan lipatan jilbabnya. 

"Kau boleh tidak juara diajang lomba. Tetapi jangan lupakan niat kau menghafal Al-Qur'an. Untuk tetap menjaga dan melangitkan Al-Qur'an."

Asiyah mengucapkan kembali nasihat mamak sambil menatap wajahnya lekat di depan cermin. 

End.

Diberdayakan oleh Blogger.
close