[Opini] Tradisi Nyawer dalam Pernikahan Adat Sunda : Warisan Kearifan Lokal dalam Balutan Kebahagiaan - Risma Nailul Muna
![]() |
Opini Tradisi Sunda. |
[OPINI] Tradisi Nyawer dalam Pernikahan Adat Sunda: Warisan Kearifan Lokal dalam Balutan Kebahagiaan
Di tengah berbagai rangkaian prosesi pernikahan adat Sunda yang sarat makna, terdapat satu tradisi yang sangat khas dan selalu dinantikan, yakni nyawer. Tradisi ini bukan sekadar kegiatan seremonial semata, melainkan sebuah perwujudan budaya, simbol harapan, serta media untuk mengekspresikan rasa syukur dan kebahagiaan kepada lingkungan sekitar.
Nyawer berasal dari kata dasar "sawer", yang dalam Bahasa Sunda berarti “menaburkan” atau “melemparkan”. Dalam konteks pernikahan, nyawer adalah prosesi di mana orang tua pengantin atau pihak keluarga menaburkan berbagai benda ke arah para tamu undangan, terutama anak-anak. Benda-benda yang ditaburkan bisa berupa uang receh, beras, bunga-bungaan (kembang), bahkan permen atau barang-barang kecil lainnya.
Tradisi ini biasanya dilakukan di atas amben atau pelaminan, dengan pengantin dan keluarganya berdiri sambil menaburkan benda-benda tersebut. Prosesi nyawer seringkali diiringi dengan lantunan tembang Sunda atau Ngawih, yang dibawakan oleh sinden atau juru kawih, berisi doa-doa, petuah, serta harapan-harapan baik untuk kehidupan rumah tangga pengantin baru.
Makna Simbolik di Balik Nyawer:
Meskipun benda-benda yang ditaburkan dalam nyawer tampak sederhana, seperti uang receh atau bunga, namun setiap unsur memiliki filosofi mendalam yang mencerminkan nilai-nilai budaya masyarakat Sunda
* Uang Receh: Meski kecil nilainya, uang ini menjadi simbol bahwa kebahagiaan tidak harus besar dan mewah. Rezeki yang sedikit pun, jika dibagi dengan ikhlas, akan membawa keberkahan. Ini juga bentuk pengingat bahwa dalam hidup berumah tangga, kedermawanan dan kebiasaan berbagi harus tetap dijaga.
* Beras: Dalam budaya Nusantara, beras adalah simbol kemakmuran dan sumber kehidupan. Menaburkan beras bermakna sebagai doa agar kehidupan pasangan yang menikah dipenuhi kecukupan dan keberlimpahan.
* Kembang (Bunga): Bunga melambangkan keindahan, cinta, dan keharuman akhlak. Harapannya, rumah tangga pengantin kelak akan senantiasa wangi dengan kasih sayang, kesetiaan, dan ketenangan.
* Permen atau Barang Kecil Lainnya: Sebagai bentuk hadiah kecil bagi anak-anak yang memeriahkan suasana, sekaligus bentuk hiburan yang membaurkan nilai kesenangan dan kebersamaan.
Tembang Sunda: Nada Petuah dan Doa
Salah satu elemen penting dalam nyawer adalah ngawih yaitu tembang tradisional Sunda yang biasanya dibawakan oleh sinden atau keluarga pengantin. Lirik-lirik tembang ini bukan hanya rangkaian kata puitis, tapi juga sarat akan pesan moral, wejangan, dan doa. Misalnya, harapan agar pengantin hidup rukun, panjang umur, murah rezeki, dan saling setia hingga akhir hayat.
Tembang ini menjadi medium pewarisan nilai-nilai luhur kepada generasi muda, termasuk kepada pasangan yang menikah. Dalam masyarakat Sunda, tembang memiliki kekuatan magis untuk menyentuh perasaan dan mengikat makna dalam bentuk yang indah.
Kita bisa merasakan bahwa tradisi nyawer bukan hanya tentang pengantin dan keluarga, melainkan juga tentang masyarakat sekitar. Ketika benda-benda ditaburkan, para tamu terutama anak-anak akan berebut dengan riang gembira. Suasana ini menciptakan keceriaan kolektif yang menandakan bahwa pernikahan bukan hanya urusan pribadi dua insan, tetapi juga milik masyarakat.
Dalam masyarakat Sunda, pernikahan adalah momen ngarumat kabagjaan> merawat kebahagiaan bersama. Maka, tradisi *
nyawer menjadi salah satu cara untuk melibatkan masyarakat dalam sukacita tersebut, tanpa harus memandang status sosial atau usia.
Meski zaman terus berubah, tradisi nyawer tetap bertahan dan bahkan beradaptasi. Di beberapa daerah, nyawer kini menggunakan uang kertas lipat atau souvenir kecil yang dikemas cantik. Di lain tempat, tradisi ini menjadi ajang pertunjukan budaya yang menarik perhatian wisatawan. Namun, esensi dari nyawer tetap sama yaitu berbagi kebahagiaan dengan ikhlas.
Perubahan ini menunjukkan bahwa budaya Sunda bukan budaya yang kaku, tetapi mampu bertransformasi sesuai perkembangan zaman tanpa kehilangan jati diri.
Tradisi nyawer adalah contoh nyata bagaimana budaya lokal menyimpan nilai-nilai universal yang relevan sepanjang masa, tentang kebahagiaan, berbagi, cinta, dan harapan. Ia bukan sekadar adat turun-temurun, tapi cermin dari jiwa masyarakat Sunda yang lembut, ramah, dan suka berbagi.
Di tengah arus globalisasi yang sering mengikis akar budaya lokal, menjaga tradisi seperti nyawer bukan sekadar melestarikan seremoni, tapi menjaga warisan makna yang membentuk karakter masyarakat. Karena sejatinya, dalam setiap receh yang dilempar, setiap beras yang ditabur, dan setiap bait tembang yang dilantunkan, tersimpan harapan agar cinta yang dibangun bisa tumbuh menjadi bahagia yang tak hanya untuk dua orang, tapi untuk semua.
Baca Juga Tulisan Lain Di Penadiksi: