Selamat Datang di penadiksi.com | *Mohon maaf jika terjadi plagiat/copy karya kalian oleh penulis di web ini, segera laporkan ke penadiksishop@gmail.com karena kami bergerak dalam pengembangan penulis, baik untuk pemula atau profesional dan keterbatasan kami dalam penelusuran terkait karya, kami ucapkan Mohon Maaf🙏*

Ramadhan Di Bawah Reruntuhan - Maya Asytaqu Ilayk

Sumber gambar : https://pixabay.com/id/illustrations/ai-dihasilkan-pohon-birch-lumut-8699178/

RAMADHAN DI BAWAH RERUNTUHAN

By Maya Asytaqu Ilayk


Ramadhan mulia disambut suka cita oleh Emad Mu'taaz, bocah penghafal Al-Qur'an di Jalur Gaza, Palestina. Meskipun perang telah meluluhlantakkan negerinya, hal itu tidak menyurutkan keimanannya. 


Tiga bulan sebelum Ramadhan menyapa, Emad dan ibunya sudah lebih dahulu berpuasa hampir di luar keinginannya karena tidak ada makanan yang tersedia untuk dimakan. 


Musim dingin menambah perih perut kosong Emad. Di antara reruntuhan, tubuh kurusnya yang hanya terbungkus kulit dan tulang meringkuk. Lututnya menahan ikatan batu di perut. Menjelang pukul tiga dini hari, bocah laki-laki berusia tujuh tahun itu baru bisa memejamkan mata. Udara yang semakin dingin dan deru pesawat tempur di atasnya membuat ia kerap terjaga. 


Ramadhan kali ini dilalui Emad tanpa sang ayah juga dua saudara perempuannya, Syifa dan Aisyah. Ketiganya telah syahid tiga bulan yang lalu dengan kondisi mengenaskan. Kulit terbakar hingga ke tulang akibat serangan bom fosfor putih. Zat beracun seperti lilin yang terbakar dengan suhu lebih dari 800 derajat 𝘊𝘦𝘭𝘤𝘪𝘶𝘴, cukup tinggi untuk melelehkan logam, diledakkan di langit Gaza oleh pesawat tempur Zionis-Israel. 


Tepat di seberang jalan dari tempatnya bernaung, Masjid Othman bin Qashqar yang merupakan salah satu situs arkeologi tertua di Kota Tua Jalur Gaza, berumur lebih dari 800 tahun rata dengan tanah. Serangan udara Israel menjadikannya kuburan masal bagi puluhan syuhada yang tidak dapat dievakuasi jenazahnya.

Baca Juga : Ramadhan, Bulan Anti Mageran


Emad menitikkan air mata mengingat kenangan lama. Biasanya setiap Ramadhan anak-anak berkumpul di pelataran masjid untuk menunggu waktu berbuka puasa sambil menghafal Al-Qur'an. Kini, kawan-kawan sepermainannya telah bahagia di surga. 


Keadaan semakin menyedihkan. Tidak hanya Emad dan ibunya, semua pengungsi di Jalur Gaza harus rela berpuasa tanpa sahur dan berbuka. Hingga hari ke-6 Ramadhan, mereka belum menyentuh sesuap makanan dan seteguk air pun. 


Kesulitan itu tidak membuat Emad dan ibunya putus asa. Mereka berserah diri sepenuhnya kepada Allah Swt. Memohon kekuatan. 


Malam itu kondisi Emad kian lemah. Ummu Syifa mendekap tubuh putranya, satu-satunya harta paling berharga yang ia miliki saat ini. Berharap gamis kumal yang melekat di badan bisa menghalau udara dingin yang menggigilkan tubuh kecil Emad. 


Selepas salat Subuh, Ummu Syifa meninggalkan Emad di pengungsian. Ia mempertaruhkan nyawanya mencari rezeki di sela-sela reruntuhan. Puing-puing bangunan itu bisa saja menimpanya sewaktu-waktu. Begitu juga dengan serangan udara yang tiba-tiba.

Baca Juga : [Puisi] Ramadhan - Starmutic_IR


Bibir keringnya tak henti-hentinya melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an di sepanjang jalan. Berharap pulang nanti bisa membawa sedikit pengganjal perut untuk putranya berbuka puasa. 


Hingga matahari tepat berada di atas kepala, Ummu Syifa belum juga menemukan apa-apa. Ia kembali dengan tangan kosong. 

Wajah lelah dan sendu Ummu Syifa membuat hati putranya pilu. 


"Istirahatlah Umma. Berjalan ke sana-ke mari akan membuat tubuh Umma semakin lelah. Duduklah bersamaku. Tambahkan beberapa ayat untuk kuhafalkan," pinta Emad saat ibunya hendak bangkit setelah salat Zuhur. 


Mushaf Al-Qur'an miliknya tertimbun reruntuhan. Emad bersyukur, ibunya adalah seorang hafizah. Setiap berhasil menyelesaikan hafalan yang diberikan ibunya, Emad akan meminta tambahan ayat berikutnya. Ia melahap ayat-ayat Al-Qur'an sebagai penawar lapar dan dahaga. 

Baca Juga : Puasa Ramadhan dan Sabar ( Materi Khutbah Jum'at )


Senja datang membawa angin sejuk sekaligus berita memilukan. Tepat saat azan Magrib berkumandang di pengungsian, Emad mengembuskan napas terakhirnya di pangkuan ibunya. Bocah kecil itu menuju surga untuk berbuka puasa. 



TAMAT

Tarakan, 23 April 2024

Akun Fb : Maya Asytaqu Ilayk

Diberdayakan oleh Blogger.
close