Selamat Datang di penadiksi.com | *Mohon maaf jika terjadi plagiat/copy karya kalian oleh penulis di web ini, segera laporkan ke penadiksishop@gmail.com karena kami bergerak dalam pengembangan penulis, baik untuk pemula atau profesional dan keterbatasan kami dalam penelusuran terkait karya, kami ucapkan Mohon Maaf🙏*

[Cerpen] Bocah - Bocah Tangguh (Maya Asytaqu Ilayk)

Sumber gambar : https://pixabay.com/id/illustrations/kartun-anak-balon-imut-saudari-8419487/

BOCAH-BOCAH TANGUH

By Maya Asytaqu Ilayk


Tidak terasa, waktu berjalan begitu cepat. Rasanya baru kemarin persahabatan antara Azam dan Aryan terjalin. Ternyata, sudah lima tahun mereka menjalani susah dan senang bersama. 


Lima tahun yang lalu, keduanya bertemu di stasiun. Masing-masing dari mereka adalah anak dari pedagang asongan yang menjajakan barang dagangannya di sekitar stasiun. Kedua bocah itu sepantaran dan sama-sama putus dari sekolah dasar lantaran tidak ada biaya. 


Azam tinggal di kontrakan kumuh padat penduduk tak jauh dari kawasan stasiun. Sementara Aryan nasibnya jauh lebih tidak beruntung. Bocah itu terpaksa tinggal di bantaran kali bersama ibu dan seorang adik perempuannya.


Sejak ia menjadi yatim setahun yang lalu, sang ibu membawa mereka pindah dari rumah kontrakan karena tidak bisa lagi membayar sewanya. Tak ada pilihan lain. Bantaran kali menjadi satu-satunya tempat yang bisa mereka tinggali secara gratis dengan kondisi yang jauh dari kata layak. 


Dengan bahan seadanya yang didapatkan dari memulung di tempat pembuangan sampah, Aryan dan ibunya menyulapnya menjadi bilik kecil berukuran 2 x 3 meter untuk mereka huni bertiga. Bilik yang selalu bocor saat hujan karena hanya beratapkan seng bekas dengan lubang yang tak terhitung jumlahnya. Sedangkan untuk keperluan seperti; mandi, mencuci dan lainnya, mereka memanfaatkan air sungai yang sudah tidak lagi bersih.

Baca Juga : [Cerpen] Malam Itu - Pena Malam


Lagi-lagi, semua itu terpaksa dilakukan karena terkendala uang. 


Dari pagi buta hingga senja mengalah pada malam, kedua bocah berusia sembilan tahun itu sibuk menjajakan dagangannya di sela-sela padatnya penumpang kereta api yang naik dan turun. Tanpa mengenal lelah. 


Sebuah kotak kayu berukuran sedang dikalungkan di leher. Barang dagangannya tidak seberapa banyak ditata rapi di dalamnya. Hanya dagangan kecil seperti permen, tisu, air mineral kemasan dan beberapa makanan yang dibuat oleh ibu Aryan seperti; kacang goreng, telur rebus dan peyek. 


Meskipun hanya berupa dagangan yang nilainya tak seberapa, kotak kayu itulah ikhtiar mereka menyambung nyawa. Sebab, tidak akan ada yang mau mempekerjakan anak-anak putus sekolah seperti mereka. 


Kerasnya kehidupan di kota membuat mereka cepat dewasa. Dari orang tuanya mereka belajar cara bertahan hidup di tengah persaingan kerja.

Baca Juga : [Cerpen] Suzan : Cinta Ayra - Yantea


Azam dan Aryan menjadi tulang punggung keluarga di usianya yang masih belia. Jika Aryan bekerja karena ayahnya meninggal dunia, tidak dengan Azam. Ia mengambil alih tanggung jawab mencari nafkah ke pundaknya karena penyakit stroke telah melumpuhkan separuh badan sang ayah. Malangnya lagi, saat sang ayah jatuh sakit, ibunya pergi meninggalkan mereka. 


Selama bulan Ramadhan ini pendapatan mereka menjadi pedangang asongan turun drastis. Orang-orang sedang berpuasa di siang hari. Sedangkan untuk menjual takjil memerlukan modal yang tidak sedikit. Kedua bocah itu mencari cara agar tetap ada pemasukan. 


Azam dan Aryan pergi ke Pasar Ramadhan. Tempatnya tidak terlalu jauh dari stasiun. Sekitar dua puluh menit dengan berjalan kaki untuk sampai di sana.


Pasar Ramadhan ramai dikunjungi orang untuk berburu takjil di sore hari. 

Mereka bekerja sama menjadi juru parkir. Uang yang didapatkan cukup lumayan. Mereka bisa membawa makanan untuk berbuka puasa bersama keluarga.

Baca Juga : [Cerpen] Buka Puasa Bersama - Uli Nasifa


"Alhamdulillah, ya, Zam, hasil markir kita hari ini lumayan banyak. Kalau begini terus, aku bisa beli baju lebaran buat Ibu dan adikku." Aryan menghitung uang yang dikumpulkan dalam tas usangnya. Raut wajahnya tampak gembira membayangkan ibu dan adiknya memakai baju baru saat lebaran nanti. Ia pun senyum-senyum sendiri. 


"Alhamdulillah, Yan. Aku bisa nebus obat buat Bapak," sahut Azam dengan wajah murung.


Ia tidak memikirkan baju baru untuk dirinya dan sang ayah. Bocah itu lebih mengutamakan membeli obat dan membayar sewa rumah. Tak sampai hati ia membawa sang ayah tinggal di bantaran kali kalau sampai diusir gara-gara menunggak uang sewa. Untuk itu, Azam selalu berusaha sekuat tenaga memikul tanggung jawab di pundaknya. 


Di tengah kesulitan yang menghimpit, mereka tetap bersyukur. Benar adanya, Ramadhan adalah bulan penuh berkah. Mereka merasakan berkah itu. 


Azam dan Aryan adalah bocah-bocah tangguh, pejuang keluarga. Keduanya tegar menghadapi pahitnya kehidupan. Semangat berjuang mereka patut dijadikan teladan. 


Baru-baru ini ada seorang youtuber yang meliput kegiatan sehari-hari Azam dan Aryan. Mengangkat kehidupan kurang beruntung dari sisi lain gemerlapnya ibu kota. Dua bocah tangguh itu berhasil menyita perhatian orang-orang dermawan yang menyaksikan liputan viral-nya. 


Banyak bantuan berdatangan. Bahkan, ada orang baik yang membantunya untuk bisa melanjutkan pendidikan dan menjamin seluruh biaya sekolahnya hingga keduanya tamat SMA nanti.

Baca Juga : [Cerpen] Ketemu Mantan - Uli Nasifa


Orang tua mereka sangat bersyukur melihat Azam dan Aryan kembali memakai seragam putih merahnya. Kehidupan mereka pun ikut terangkat berkat bantuan berbagai pihak. 


Azam dan Aryan tidak berhenti berjuang. Mereka berdua tetap akan menjadi pejuang keluarga dengan berbekal ilmu dan cita-cita yang akan diraihnya. Keduanya tak menyia-nyiakan kesempatan yang telah didapatnya. Dengan sungguh-sungguh mereka mengejar mimpi menjadi kebanggaan untuk orang tuanya. 


*****


Lima belas tahun telah berlalu. Azam telah berubah menjadi pemuda yang gagah dengan balutan seragam lorengnya. Cita-cita menjadi abdi negara telah diraihnya. 


Aryan tak kalah gagahnya. Penampilan barunya membuat ibunya bangga. Perjuangan dan kerja keras  mereka telah membuahkan hasi. Aryan berhasil menjadi seorang kondektur di perusahaan Kereta Api Indonesia. Ternyata, dari masa kecilnya yang akrab dengan stasiun membuatnya ingin menjalankan kereta api yang mengantarkan ribuan penumpang setiap harinya ke stasiun tujuan mereka. 

Baca Juga : [Cerpen] PAMALI : Jangan Bersiul Malam Hari (Edisi 1) - Pena Malam


Azam dan Aryan telah membuktikan pada dunia. Bahwa tidak ada yang tidak mungkin jika kita mau berjuang dan berusaha. 


TAMAT.

Tarakan, 21 April 2024.

Diberdayakan oleh Blogger.
close