Selamat Datang di penadiksi.com | *Mohon maaf jika terjadi plagiat/copy karya kalian oleh penulis di web ini, segera laporkan ke penadiksishop@gmail.com karena kami bergerak dalam pengembangan penulis, baik untuk pemula atau profesional dan keterbatasan kami dalam penelusuran terkait karya, kami ucapkan Mohon Maaf🙏*

Sa'id bin Amir Al - Jumahi, Sahabat yang Membeli Akhirat dengan Dunia

Gurun Pasir

Sa'id bin 'Amir Al - Jumahi adalah seorang pemuda dari ribuan orang yang hadir di Tan'im, yaitu sebuah desa yang berada sekitar 6 km diluar kota Mekkah. Saat itu mereka berbondong - bondong dikerahkan oleh pemimpin Quraisy untuk menyaksikan proses eksekusi mati terhadap seorang sahabat Rasul Saw. yang bernama Khubaib bin Adi. Ia dihukum mati sebagai pelampiasan kaum kafir Quraisy kepada Rasul, terutama bani Harits yang memiliki dendam pribadi kepadanya, karena di perang badar terdapat berita bahwa Khubaib lah yang telah membunuh Harits bin Amir, salah seorang pemuka Mekkah dari keluarga al - Harits.

Sa'id bin 'Amir yang saat itu masih muda dengan semangat menerobos orang banyak untuk melihat eksekusi dijajaran yang paling depan. Sampai akhirnya ia sejajar dengan orang - orang penting Quraisy seperti Abu Sufyan bin Harb, Shafwan bin Umayyah dan lain - lainnya.

Ketika Khubaib digiring ke tiang salib, Sa'id bin Amir melihat dan mendengar bahwa Khubaib meminta untuk melaksanakan shalat dua rakaat sebelum ia dieksekusi. Ternyata permintaan itu dikabulkan, Khubaib pun menghadap kearah kiblat (ka'bah) dan melaksanakan shalat dengan sempurna. Setelah selesai, Khubaib berkata dihadapan para pemimpin Quraisy, "Demi Allah! seandainya kalian tidak akan menuduhku melama - lama kan shalat untuk mengulur - ulur waktu karena takut mati, niscaya saya akan shalat lebih banyak lagi.". Mendengar ucapan tersebut, Sa'id bin 'Amir melihat para pemimpin Quraisy naik darah, seperti ingin mencincang hidup - hidup tubuh Khubaib.

Mereka berkata, "Sukakah kamu bila Muhammad menggantikanmu, kemudian kamu kami bebaskan?", Khubaib Menjawab, "Saya tidak ingin bersenang - senang dengan istri dan anak - anak saya, sedangkan Muhammad tertusuk duri!". Lantas jawaban Khubaib tersebut membuat orang - orang kafir Quraisy semakin geram, dan terdengar sorak ramai, "bunuh dia! bunuh dia!" Tidak lama Khubaib pun menghembuskan nafas terakhirnya di tiang salib. Tubuhnya dipenuhi dengan luka - luka karena tebasan pedang dan tombak yang tidak terhitung jumlahnya. Namun, kaum kafir saat itu kembali ke kota Mekkah dengan biasa - biasa saja, seolah tidak terjadi apa - apa.

Berbeda dengan yang lain, ternyata Sa'id bin Amir kembali ke kota Mekkah dengan hati yang penuh rasa khawatir dan tidak bisa melupakan peristiwa tersebut. Sa'id bin Amir bahkan bermimpi melihat Khubaib menjelma dihadapannya dan seakan - akan melihat Khubaib shalat dua rakaat dengan khusyu dan tenang. Keberanian dan kekuatan iman Khubaib mengajarkan Sa'id bin Amir tentang kehidupan yang sesungguhnya. Yakni, hidup dalam akidah, iman dan perjuangan mempertahankannya sampai mati.

Sejak saat itu, pintu hidayah dari Allah Swt. untuk Sa'id bin Amir terbuka. Ia masuk islam dan mulai membuang berhala - berhala yang dipujanya selama ini. Sa'id bin Amir pun menyusul berhijrah ke kota Madinah dan bertemu dengan nabi Saw. ia senantiasa mendampingi serta mengabdikan dirinya berjihad bersama nabi Saw.

Sepeninggal nabi Saw. Sa'id bin Amir tetap setia kepada pengganti nabi dalam memimpin umat islam, yakni khalifah Abu Bakar as- Shiddiq. Sa'id bin Amir menjadi teladan bagi orang - orang mukmin karena ia mampu membeli kehidupan akhirat dengan kehidupan dunia. Said bin Amir lebih mengutamakan keridhaan Allah Swt. diatas segala keinginan hawa nafsu dan kehendak jasad semata.

Baca Juga :

Pada awal pemerintahan sahabat Umar bin Khattab, Sa'id bin Amir datang menemui Umar dan memberikan nasihat. Sa'id memberikan nasihat kepada Umar yang berhubungan tentang jabatan Umar sebagai khalifah. Disuatu hari berganti, Umar memanggil Sa'id untuk dimintanya menerima suatu jabatan dalam pemerintahannya.

Umar berkata, "Hai Sa'id! Engkau kami angkat menjadi gubernur di Himsh!"

Said membalas, "Hai Umar! Saya memohon kepada Allah semoga anda tidak mendorong saya condong kepada Dunia."

Umar marah, "Celaka engkau! engkau pikulkan beban pemerintahan ini di pundakku, tetapi engkau menghindar dan membiarkanku repot sendiri."

Sa'id menjawab, "Demi Allah, saya tidak akan membiarkan anda."

Setelah itu khalifah Umar bin Khattab melantik Sa'id bin Amir menjadi gubernur wilayah Himsh. Sesudah pelantikan tersebut Umar bertanya kepada Sa'id bin Amir, "Berapa gaji yang engkau inginkan?". Sa'id bin Amir malah balik bertanya, "Apa yang harus saya perbuat dengan gaji tersebut, wahai Amirul Mu'minin? Bukankah penghasilan saya dari Baitul Mal sudah cukup?"

Pada suatu hari, tidak lama setelah pelantikan Sa'id bin Amir sebagai gubernur, datang utusan dari Himsh menghadap Umar bin Khattab di Madinah. Utusan ini di bentuk khalifah untuk mengamati jalannya pemerintahan di Himsh. Dalam pertemuan itu, khalifah Umar bin Khattab meminta daftar nama fakir di wilayah Himsh untuk diberikan santunan. Didalam daftar tersebut terdapat nama Sa'id bin Amir al - Jumahi, Umar pun bertanya. "Siapa Sa'id bin Amir yang kalian cantumkan ini?" Utusan tersebut menjawab, "Gubernur kami.". Umar merasa heran dan bertanya kembali untuk memastikan, "Benarkah gubernur kalian miskin?". Utusan tersebut kembali menjawab, "Sungguh, ya Amirul Mu'minin. Demi Allah! Dirumahnya seringkali tidak terlihat tanda - tanda api menyala (tidak memasak)."

Mendengar kesaksian utusan tersebut, khalifah Umar bin Khattab menangis. Kemudian mengambil seribu dinar untuk diberikan kepada Sa'id bin Amir Al - Jumahi.

Ketika para utusan khalifah kembali ke Himsh, mereka mendatangi Sa'id bin Amir dan menyampaikan salam serta titipan uang dari khalifah Umar bin Khattab. Ketika Sa'id melihat uang tersebut ia berucap "Innalillahi wa inna ilaihi rajiun." Istri Sa'id yang mendengar ucapan tersebut tiba - tiba menghampiri karena khawatir telah terjadi suatu mara bahaya yang besar. 

Istrinya bertanya, "Apa yang terjadi, wahai Sa'id? meninggalkah Amirul Mu'minin?". Sa'id menjawab, "Bahkan lebih besar dari hal itu!".

"Apakah tentara muslimin kalah berperang?" Tanya istrinya lagi. "Jauh lebih besar dari hal itu!" Sa'id kembali menjawab. 

Istri Sa'id yang semakin penasaran dan tak sabar mendapat jawaban bertanya untuk kesekian kalinya, "Apa gerangan yang lebih besar dari hal itu?". Sa'id menjawab dengan hati penuh rasa kesedihan, "Dunia telah datang untuk merusak akhiratku, bencana telah datang untuk merusak rumah tangga kita!".

Sampai akhirnya, ditunjukkanlah uang pemberian khalifah Umar bin Khattab tersebut kepada istrinya. Sa'id bin Amir pun meminta agar istrinya membantu membagi - bagikan uang tersebut kepada fakir miskin.

Baca Juga :

Pada suatu hari, khalifah Umar bin Khattab datang ke kota Himsh. Dan menanyakan kepada rakyat secara langsung tentang kinerja dan kebijakan gubernur mereka. Rakyat pun menyampaikan kelemahan dari kinerja dan kebijakan gubernur Sa'id bin Amir Al - Jumahi, mereka berkata, "Ada empat kelemahan yang hendak kami laporkan kepada khalifah!" Mendengar hal itu, khalifah berinisiatif untuk melakukan pertemuan langsung dengan Sa'id bin Amir serta rakyatnya yang mengeluhkan kinerjanya tersebut.

Ketika pertemuan itu diadakan, khalifah bertanya kepada rakyat tentang kinerja dan kebijakan gubernur Sa'id bin Amir yang langsung didengarkan olehnya. Juru bicara rakyat berkata :

Pertama, gubernur selau tiba ditempat tugas setelah matahari tinggi. Khalifah Umar yang mendengar hal itu bertanya kepada Sa'id, "Bagaimana tanggapan anda mengenai laporan rakyat anda itu, wahai Sa'id?"

Gubernur Sa'id terdiam sejenak, kemudian menjawab, "Sesungguhnya saya keberatan menanggapinya, tetapi apa boleh buat. Keluarga saya tidak memiliki pembantu. Karena hal tersebut, setiap pagi saya terpaksa turun tangan membuat adonan roti lebih dahulu untuk mereka. Setelah adonan itu asam (siap untuk dimasak), saya membuat roti, kemudian berwudhu. Setelah itu barulah saya bisa berangkat ke tempat tugas untuk melayani masyarakat."

Mendengar jawaban tersebut, khalifah Umar kembali bertanya kepada rakyat, "Apa lagi laporan saudara - saudara?"

Laporan kedua, gubernur tidak bersedia melayani kami pada waktu malam hari. Khalifah umar kembali menanyakan tanggapan Sa'id tentang hal itu.

Sa'id bin Amir kembali menjawab, "Tentang hal ini, sesungguhnya lebih berat bagi saya untuk menanggapinya, terutama didepan khalayak umum seperti ini.", "Saya telah membagi waktu saya, siang hari untuk melayani masyarakat dan malam hari untuk mendekatkan diri kepada Allah." Lanjutnya.

Laporan ketiga, gubernur tidak masuk tempat tugas sehari penuh setiap bulan. Amirul Mu'minin kembali meminta tanggapan Sa'id.

Said menjawab, "Seperti yang saya katakan, saya tidak memiliki pembantu. Disamping hal itu, saya hanya memiliki sepasang pakaian yang melekat dibadan saya ini. Saya mencucinya sekali dalam satu bulan. Bila saya mencucinya, saya terpaksa menunggu kering lebih dahulu. Setelah itu, barulah saya bisa keluar untuk melayani masyarakat."

Laporan keempat, sewaktu - waktu gubernur menutup diri untuk berbicara, pada saat itu biasanya gubernur pergi meninggalkan majelis. Khalifah untuk kesekian kalinya meminta tanggapan Sa'id bin Amir tentang laporan tersebut.

Sa'id menjawab, "Ketika dulu saya masih musyrik, saya menyaksikan Khubaib bin Adi dieksekusi mati oleh kaum kafir Quraisy. Saya menyaksikan mereka menyayat - nyayat tubuh Khubaib. Pada waktu itu mereka bertanya mengejek Khubaib, "Sukakah engkau, Muhammad menggantikan engkau, kemudian engkau kami bebaskan?" Khubaib menjawab, "Saya tidak ingin bersenang - senang dengan istri dan anak - anak saya, sementara Nabi Muhammad tertusuk duri.". Demi Allah! Ketika saya teringat hal itu, diwaktu saya membiarkan Khubaib dan tanpa membelanya sedikitpun, maka saya merasa, dosa saya tidak akan diampuni oleh Allah Swt."

Umar bin Khattab yang mendengar hal itu berkata, "Segala puji bagi Allah yang tidak mengecewakanku." Kemudian mengakhir dialog pertemuan tersebut.

Semoga Allah meridhai sahabat Sa'id bin Amir Al - Jumahi. Sahabat nabi Saw. yang membeli akhirat dengan dunia. Sahabat yang mengutamakan keridhaan Allah lebih dari segalanya. Aamiin.

Ditulis oleh : Mushpih Kawakibil Hijaj dari beberapa referensi.
Aktivitas : Mahasiswa Ilmu Hadis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan penulis di CV. Penadiksi Media Group.
Diberdayakan oleh Blogger.
close