Selamat Datang di penadiksi.com

Buku Rona Ramadhan : Kisah - Kisah Inspiratif Di Bulan Keberkahan - Penerbit Penadiksi

Buku Rona Ramadhan

Spesifikasi :

Judul -> Rona Ramadhan : Kisah - Kisah Inspiratif Di Bulan Keberkahan
Penulis -> Lili Nursiyam, Sri Dianti, M. Aulia, dkk.
Penerbit -> Penadiksi
ISBN -> 978-623-99295-3-4
Halaman -> 150+
Ukuran -> A5 (Bookpaper)
Harga -> 85.000 ==> 70.000
Beli buku original langsung dari penerbit. Via whatsapp dan marketplace klik Disini!

Sinopsis :

Apa yang harus kuucapkan pada bulan Ramadhan? Terlalu sempurna untuk digambarkan. Setiap detik ada keberkahan, setiap saat adalah anugerah yang Allah berikan. Tegukan nikmat yang tak sepanjang tahun dapat dirasakan, tidak pula selamanya didapatkan. Selagi jasad ini masih bernyawa, tubuh ini
masih sempurna, tidak patut kubiarkan Ramadhan ini sia – sia.

Makna yang tertabur di setiap hela nafas, terangkum dalam catatan singkat kisah para penikmat ibadah.
Beragam bentuk anugerah dan keberkahan yang mengucurkan hikmah, semua diabadikan dalam rangkaian kalimat yang begitu nikmat.

Bulan Ramadhan memang sudah berpulang, namuan makna suci itu akan senantian tersimpan dalam ingatan.

KONTRIBUTOR
Lilik Nursiyam, Sri Dianti , M. Aulia Iskandar Muda, Risnawati Mardianah, Roslina, Rumsiyah, Isabil Celsi Septiana, Den Sytarelna, Nina Sumiyati, Fathatur Rohmah, Ummi Zakiyah Darojat, Kim.

Ijinkan Aku Bersedekah Ya Allah

Oleh : Lilik Nursiyam

Tahun ini, usiaku genap menginjak tiga puluh sembilan, tidak muda lagi memang. Uban sudah mulai tampak, laksana buih-buih di atas lautan. Kulit kusam, di atas kedua punggung tangan juga terlihat menghitam, lebih gelap dari warna kulit lengan. Hampir setiap hari, badanku tersengat matahari, terutama kedua punggung tanganku ini. Bersiap-siap setelah subuh hari, mengantar buah hati menuju tempat menimba ilmu. 

Di siang hari, aku kembali menjemput mereka, memastikan kepulangan mereka hingga berkumpul kembali di bilik sederhana yang kami cintai ini. Tak mengapalah, pikirku. Barangkali, kelak di akhirat semua ini akan menjadi bukti bahwa aku pernah berjuang untuk membesarkan anak-anakku, memberi mereka ilmu melalui pendidikan, sehingga akan meringankan dosa-dosaku. Tanpa aku sadari, bibir ini berucap dengan lirih, “Aamiin.”

Alhamdulillah, aku masih bisa bersua dengan bulan yang penuh berkah ini, yakni bulan Ramadhan. Bulan yang dirindukan hampir setiap umat muslim di seluruh dunia ini, termasuk diriku.
Di bulan Ramadhan ini, lantunan indah ayat-ayat Al-Qur’an begitu mudah dan banyak terdengar hingga terkadang membuatku iri dengan suara-suara emas para pembacanya. Suara-suara itu begitu menggema hingga seolah-olah, tempat yang aku tinggali bukanlah dunia, melainkan sebuah negeri antah barantah nan damai.

Hari pertama berpuasa, aku begitu bersemangat. Kami bisa berkumpul bersama keluarga dan menikmati makan sahur dengan bahagia. Ada doa yang selalu aku sisipkan sebelum aku berniat berpuasa, aku berdoa kepada Allah semoga aku bisa menjaga pahala puasaku dengan menahan hawa nafsu, amarah dan utamanya ghibah, satu hal yang sering tidak disadari disukai oleh khalayak wanita.

Hari-hari mampu aku lalui dengan tiada halangan yang berarti, paling rasa haus dan lapar yang mulai mengusik ketika matahari mulai lurus dengan bayangan badan. Ketika orang-orang pada umumnya menghabiskan waktu mereka untuk beristirahat dengan tidur, namun tidak untukku. Aku lebih suka beraktivitas seperti melipat-lipat baju, atau meracik bumbu yang akan aku masak di sore hari.

Hari ini, aku masih bekerja seperti biasa, karena sekolah belum libur. Namun, ada rasa berbeda yang terjadi pada diriku. Rasa haus kian menyelimuti, kerongkongan ini terasa kering. Perutku juga terasa sangat tidak nyaman, aku perhatikan jam, baru menunjukkan pukul 12.00 siang. Aku merasa kelelahan, aku putuskan untuk segera pulang dari bekerja, terlebih lagi, jadwal pekerjaan, memang hanya sampai dengan jam 12.00 siang.

Sesampai di rumah, aku bergegas mengambil air wudhu. Aku tunaikan shalat dhuhur, setelah itu aku segera rebahan.

Aku tidak bisa tidur dengan pulas, pikiranku terus saja melayang, pikiranku begitu penat. Entah berapa menit atau berapa jam, aku berhalusinasi, tetapi mataku akhirnya terpejam.

Adzan Ashar mulai berkumandang, aku lihat pada jam dinding, waktu menunjukkan pukul 15. 15 sore. Perut ini semakin terasa tidak karuan, nyeri yang cukup hebat. Aku mulai menduga-duga, tamu bulanan pasti akan segera datang menghampiriku. Benar saja, akhirnya tamu itu datang juga. Meski sedikit menyesal, tetapi aku ridho. Puasa hari ini batal juga. 

Aku lihat di sekeliling dapur, tidak ada apapun yang bisa aku masak selain beras. Aku lihat dompet yang tergeletak di atas meja, kosong. Tidak ada sepeserpun yang tersisa. Padahal baru seminggu yang lalu, aku menerima upah dari hasil kerjaku.

Aku begitu kalut, aku memeras otak. Terlintas di pikiranku untuk berhutang ke warung depan rumah, namun aku urungkan niatku, pasalnya, hutang bulan lalu saja belum lunas. Aku sedih, cemas, tapi bagaimana lagi, “Aku tidak boleh cengeng,“ kataku lirih. 

Aku amati lebih jeli lagi. Masih ada beberapa potong cabe dan bawang dalam keranjang bumbu. Aku cuci cabe tersebut dan aku uleg bersama bawang, sembari menunggu nasi matang. Aku masih merasa sayang karena harus membatalkan puasaku, tetapi, karena perut ini tidak mau diajak berkompromi lagi, ya sudahlah. Aku lahap nasi putih yang masih hangat, bersama sambal bawang mentah. Alhamdulillah, terasa nikmat.

Di tengah-tengah aku menikmati makan, aku ingat. Besok sore aku mendapat jatah, untuk memberi takjil kepada anak-anak di masjid RT yang akan berbuka puasa. Nasi dalam jemariku, hampir-hampir tidak tertelan. Aku hampir menangis, namun aku tahan.

“Ya Allah, bagaimana ini.”

Aku sedang tidak shalat, aku juga tidak boleh membaca mushaf Al-Qur’an, padahal aku ingin mencurahkan semua isi hatiku kepada Allah.

Di tengah kekalutan, aku mencoba menghibur diriku agar tidak terlalu fokus dengan masalahku. Aku bersihkan kamar. Aku kemasi dan rapikan buku-buku yang cukup banyak di almari buku. Aku sisihkan buku-buku yang tidak terpakai. Aku berpikir, buku bekas ini bisa dijual. Aku kumpulkan dengan teliti, dan aku timbang, ada sembilan kilogram.

Hari hampir menjelang subuh, aku masih berpikir, takjil apa yang akan aku berikan kepada anak-anak. Aku mencari-cari dan mengingat-ingat, aku masih memiliki tepung beras satu kilo dan gula pasir satu kilo juga. Barangkali, bahan-bahan itu bisa dibuat kue lapis. Akan tetapi, aku perlu kelapa, tepung pati dan plastik pembungkus. “Darimana aku dapat uang untuk melengakapi kekurangan itu?” aku berbicara sendiri.

Teringatlah aku akan perkataan seorang ustadz, “Jikalau engkau sedang kalut, bacalah doa ini. Rabbishohli sodri wayasyirli amri wahlul’ukdatan millisaani yafqahu qauli.”

Aku mulai membaca doa itu dengan menghadap qiblat, aku tengadahkan kedua telapak tanganku dan memohon kepada Allah, semoga Allah meredakan rasa kalutku dan memberi pertolongan kepadaku agar aku bisa bersedekah untuk sore nanti. Aku tambahkan doaku pula.

“Ya Allah, barang yang bisa aku jual tinggalah kertas bekas yang aku kumpulkan tadi malam. Semoga hari ini ada pedagang rongsok yang mau membelinya, amin.”

Seperti biasa, aku beraktifitas layaknya ibu rumah tangga lainnya. Aku mencuci baju, menyapu halaman, membuang sampah dan lain sebagainya. Tak terasa, waktu sudah menunjukkan jam 9.30 pagi. Aku mulai menyiapkan bahan-bahan yang akan aku masak untuk membuat takjil. Sekitar jam 10 pagi, aku mendengar suara yang cukup keras.

“Sok, rongsok. Rongsoknya bu?”

Aku hampir tidak percaya, tetapi aku senang. Aku bergegas menemui si ibu pembeli rongsok. Ia begitu ramah, aku berikan kepadanya buku-buku bekas itu, ditimbang olehnya. Persis, bobot sembilan kilogram. Satu kilo dihargai 1.500 rupiah. Total uang yang akan aku terima adalah 13.500 rupiah. Ia segera mengeluarkan uang 10 ribu, dua ribu dan seribu rupiah. Uang yang 500 perak tidak ia hitung.

Alhamdulillah, aku terus saja mengucapkan kata-kata itu. Aku ucapkan terima kasih kepada si ibu tadi, entah mengapa. Ia menjadi penolongku hari ini. Aku belanjakan uang itu, kelapa satu butir seharga 7000, tepung pati seperempat kilogram seharga 3.500, dan plastik pembungkus seharga 2.500, total 13.000 rupiah.

Ya Allah, kali ini aku tidak mampu lagi membendung air mataku. Semua ini bisa saja dikatakan kebetulan, akan tetapi tidak menurutku. Engkau benar-benar menolongku ya Allah. Ramadhan kali ini terasa begitu indah ya Allah dengan niat sedekah yang Engkau kabulkan.

Terkadang, pengalaman seseorang adalah biasa menurut pandangan dan juga pendapat orang lain. Akan tetapi, pengalaman biasa yang ditulis, akan menjadi hal berharga dan kenangan yang tidak terlupakan bagi penulis itu sendiri.

Buku Terbitan Penadiksi Lainnya :

Dukung terus literasi buku dengan membaca dan membeli yang original. Karena dengan begitu, membacamu adalah kebahagiaan penulis!

Diberdayakan oleh Blogger.